Saturday, February 21, 2009

Ingin aku bisa percaya

Ingin aku bisa percaya


***


Dulu aku percaya pada-Mu

Kauberi aku harapan

Kauberi aku keberanian

Kauajari aku kasih sayang

Kauajari aku kesabaran


Tapi ternyata kusadari semuanya semu

Ternyata apa yang kupercayai selama ini tidak ada maknanya


Kaubuat aku berdoa pada-Mu setiap hari

Kaubuat aku senang membaca Kitab-Mu

Namun ternyata tidak ada maknanya sama sekali


Semua harapanku musnah

Keberanianku hilang

Aku sudah tak bisa merasakan cinta lagi

Sepertinya Kauambil semua yang kumiliki

Entah masih ada yang tersisa atau tidak

Aku lelah

Aku sudah lelah


Aku sudah lelah melawan takdir.

Ketika pertama melihatmu, aku tahu kita takkan bersatu.

Namun mengapa aku tak bisa melupakanmu?

Mengapa kita bertemu lagi?

Mengapa aku harus tahu nomor telponmu?

Kucoba melawan takdir.

Memang ada peluh, air mata, darah, dsb.

Ada juga banyak saingan, termasuk kawan sendiri.

Ada juga nyokap lu yg kaga suka ama gua.

Ada juga kawan-kawan lu yang memberi nasihat busuk.

Ada juga ban kempes saat kita kencan.

Ketika kuingin berdua denganmu, selalu saja ada gangguan.

Memang sudah kucoba melawan takdir.

Aku bersyukur atas cintamu yang singkat.

Aku bersyukur atas semua kawan-kawanku yang menyemangatiku untuk memperjuangkan cintamu.

Aku bersyukur karena aku sempat merasakan kemenangan atas takdir.

Tapi kemenangan dalam pertempuran bukanlah kemenangan perang.

Membunuh pion, kuda, benteng, dan perdana menteri bukanlah Skak Mat.

Aku lelah melawan takdir.

Kini mengapa aku harus bertemu orang yang tampangnya mirip dengan monyet barumu di tempat kerjaku?

Kini mengapa aku harus melihat comment kawanmu di profil friendstermu?

Mengapa takdir seakan-akan menertawakanku?

Mengapa takdir tidak puas membiarkanku kalah?

Mengapa takdir belum berhenti menyiksaku?

Jika Tuhan sungguh-sungguh ada, ingin kutanyakan padanya sampai kapankah penderitaanku ini berakhir?

Haruskah kutinggalkan dunia ini untuk mendapatkan jawabannya?

-- Bremen, 18 September 2007

lunk link

lung ling



mana mentega, mana ketupat?

yang benar tiga, atau empat?

lawan jerawat harus bertahap

kalau empat, kaga siap.


satu, dua, tiga telah kulalui

masa sih harus sampai empat?

Kaga kuat...

cape deh...


Makan baso tahu di Sabuga

Kuminta satu, Kauberi tiga

Menanam padi jangan tertusuk

Kuminta satu yang abadi, bukan tiga cepat busuk

Minum Jamu tertusuk sangkur

Apapun anugerah-Mu, kutetap bersyukur


Adakah yang abadi?

Adakah yang sejati?

Sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam luka-Mu, aku takkan percaya.

Aku memilih tidak sebahagia mereka yang percaya walau tak melihat.


cacacacaca tatatatatat

Seberkas cahaya telah terlihat,

nanananana cicicicicil

namun hanya satu lilin kecil,

bububububu tititititi

bukan penerangan sejati

mumumumumu dududududu

yang kucari seumur hidupku


Aku tak mau yang keempat,

kalau bisa jangan cawan ini

Mengapa harus kehendak-Mu?

Mengapa tidak kehendakku?