Saturday, February 21, 2009

Aku lelah

Aku sudah lelah


Aku sudah lelah melawan takdir.

Ketika pertama melihatmu, aku tahu kita takkan bersatu.

Namun mengapa aku tak bisa melupakanmu?

Mengapa kita bertemu lagi?

Mengapa aku harus tahu nomor telponmu?

Kucoba melawan takdir.

Memang ada peluh, air mata, darah, dsb.

Ada juga banyak saingan, termasuk kawan sendiri.

Ada juga nyokap lu yg kaga suka ama gua.

Ada juga kawan-kawan lu yang memberi nasihat busuk.

Ada juga ban kempes saat kita kencan.

Ketika kuingin berdua denganmu, selalu saja ada gangguan.

Memang sudah kucoba melawan takdir.

Aku bersyukur atas cintamu yang singkat.

Aku bersyukur atas semua kawan-kawanku yang menyemangatiku untuk memperjuangkan cintamu.

Aku bersyukur karena aku sempat merasakan kemenangan atas takdir.

Tapi kemenangan dalam pertempuran bukanlah kemenangan perang.

Membunuh pion, kuda, benteng, dan perdana menteri bukanlah Skak Mat.

Aku lelah melawan takdir.

Kini mengapa aku harus bertemu orang yang tampangnya mirip dengan monyet barumu di tempat kerjaku?

Kini mengapa aku harus melihat comment kawanmu di profil friendstermu?

Mengapa takdir seakan-akan menertawakanku?

Mengapa takdir tidak puas membiarkanku kalah?

Mengapa takdir belum berhenti menyiksaku?

Jika Tuhan sungguh-sungguh ada, ingin kutanyakan padanya sampai kapankah penderitaanku ini berakhir?

Haruskah kutinggalkan dunia ini untuk mendapatkan jawabannya?

-- Bremen, 18 September 2007

No comments: